Esposin, SOLO - Turunnya suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 6% diprediksi akan memberi dampak positif pada penyaluran kredit perbankan termasuk di lingkup bank-bank syariah. Diketahui, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) dari level 6,25% menjadi 6% dalam Rapat Dewan Gubernur BI Rabu, 18 September 2024. Keputusan itu dinilai juga sejalan dengan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve Bank alias The Fed yang juga akan memangkas Fed Fund Rate (FFR).
Corporate Secretary Division Head Bank Mega Syariah, Hanie Dewita, mengatakan sektor perbankan syariah di Indonesia selama ini dikenal memiliki daya tahan yang baik. Dengan penurunan suku bunga acuan tersebut akan semakin memperkuat daya saing bank-bank syariah dalam memberikan solusi pembiayaan berbasis syariah. “Penurunan BI-Rate dapat menjadi katalis yang memperkuat optimisme Bank Mega Syariah dalam meningkatkan penyaluran pembiayaan. Di satu sisi, turunnya cost of fund membuat Bank Mega Syariah lebih fleksibel dalam menetapkan margin bagi hasil yang kompetitif dengan tetap memberikan keuntungan bagi nasabah,” kata Hanie, dalam rilis yang diterima Esposin, Kamis (19/9/2024).
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Dia mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan aset dan pembiayaan, Bank Mega Syariah akan fokus pada optimalisasi cross-selling produk-produk syariah yang relevan dengan kebutuhan nasabah, serta memperluas jaringan distribusi melalui kemitraan strategis. Selain itu, pengembangan layanan digital juga akan menjadi prioritas untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas nasabah.
Per Agustus 2024, total pembiayaan Bank Mega Syariah mencapai lebih dari Rp7,3 triliun, atau tumbuh 5,2% dari 2023 (year to date/ ytd). Pertumbuhan total pembiayaan seiring dengan peningkatan total dana pihak ketiga (DPK) yang juga naik 12,0% dari 2023 (ytd).
Menurutnya, fungsi intermediasi yang berjalan dengan baik turut mendorong pertumbuhan aset Bank Mega Syariah. Per Agustus 2024, total aset naik 21,1% (ytd) atau menjadi lebih dari Rp17,6 triliun. Di satu sisi, kualitas aset juga terjaga dengan baik, yang tercermin dari rasio non performing financing (NPF) yang berada di posisi sekitar 0,87%. Angka tersebut disebut masih sangat ideal jika dibandingkan batas aman yang ditetapkan regulator yaitu sebesar 5%.
Saat ini Bank Mega Syariah juga fokus meningkatkan loyalitas nasabah. Menurut Hanie, tanpa loyalitas pangsa pasar yang besar belum tentu menghasilkan dampak signifikan terhadap pertumbuhan bisnis. Untuk itu, perluasan segmen pasar akan diimbangi dengan program cross-selling yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik nasabah.
Kemitraan dengan organisasi keagamaan seperti lembaga zakat, wakaf, atau pesantren, dinilai dapat membuka akses ke basis nasabah yang luas, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk syariah. Di satu sisi, kerja sama dengan korporasi, Bank Mega Syariah dapat menawarkan produk pembiayaan sesuai kebutuhan korporasi dan karyawan, yang dapat mempercepat pertumbuhan aset. “Sebagai bank yang telah melayani masyarakat Indonesia selama lebih dari 25 tahun, Bank Mega Syariah memahami pentingnya mempererat kerja sama dengan berbagai lapisan masyarakat. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk kepentingan bisnis, tetapi juga untuk memberikan manfaat yang lebih luas bagi umat dan mendorong kesejahteraan bersama,” lanjut Hanie.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%. Keputusan itu konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, penguatan dan stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi. Kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono. Dikatakan, kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.