Esposin, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan proses pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah mencapai 99 persen.
“Pemadanan NIK dan NPWP sudah 99 persen, tinggal 400.000 yang belum kami padankan,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam kegiatan Kampanye Simpatik Perpajakan Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (14/7/2024) seperti dilansir Antaranews.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Suryo menambahkan sejumlah layanan administrasi perpajakan telah bisa diakses menggunakan NIK dan NPWP 16 digit. DJP menargetkan NPWP 16 digit bisa digunakan untuk mengakses seluruh layanan perpajakan pada bulan depan.
“Mulai Agustus, seluruh layanan bisa menggunakan NPWP baru, yaitu 16 digit atau menggunakan NIK,” ujar dia.
Sebelumnya, DJP mengumumkan terdapat tujuh layanan administrasi yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU) terhitung sejak 1 Juli 2024.
Ketujuh layanan itu di antaranya pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration), akun profil Wajib Pajak pada DJP Online, informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah), serta pengajuan keberatan (e-Objection).
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan (PER-6).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti ketujuh layanan tersebut masih dapat diakses dengan NPWP 15 digit. Adapun untuk layanan tertentu selain tujuh layanan di atas maupun layanan yang tidak masuk dalam daftar pengumuman yang akan dikeluarkan DJP, maka wajib pajak tetap dapat mengaksesnya dengan menggunakan NPWP 15 digit.
Bagi pihak lain yang terdampak NIK sebagai NPWP maupun NPWP 16 digit, DJP memberikan waktu penyesuaian sistem sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. Pihak lain yang dimaksud adalah badan atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan perpajakan yang mencantumkan NPWP dalam pemberian layanannya.
Bangun Ketaatan
Di sisi lain, DJP Kementerian Keuangan menggelar Kampanye Simpatik Perpajakan Spectaxcular 2024 dengan tujuan membangun semangat membayar pajak.Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan Spectaxcular 2024 mengusung slogan “Pajak: Semua Dapat Manfaatnya” untuk menyebarkan pemahaman bahwa pajak memberikan benefit dengan adil.
“Pajak semua dapat manfaatnya bahwa walaupun anda belum membayar pajak, anda juga dapat manfaatnya,” ujar Suryo dalam kegiatan Kampanye Simpatik Perpajakan Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu.
Spectaxcular 2024 diselenggarakan dalam rangka Hari Pajak yang jatuh pada 14 Juli. Dalam kegiatan ini, DJP mengadakan ajang lari ceria serta menyediakan layanan pojok pajak untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi secara gratis.
Suryo menggarisbawahi bahwa pajak merupakan bagian dari kehidupan suatu negara. Pajak telah muncul sejak sebelum kemerdekaan dan terus menjadi tulang punggung negara hingga saat ini.
“Saya betul-betul berharap mulai hari ini ayo kita bayar pajak dengan sebaik-baiknya,” tutur dia.
Senada dengan Suryo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan cita-cita menjadi negara maju bisa dicapai dengan penerimaan pajak yang baik.
“Untuk bisa menjaga Indonesia, tidak mungkin bisa dicapai tanpa penerimaan pajak suatu negara. Jadi, pajak adalah tulang punggung sekaligus instrumen yang sangat penting bagi bangsa dan negara untuk mencapai cita-cita,” ujarnya.
Penerimaan pajak pada semester I-2024 tercatat sebesar Rp893,8 triliun, terkontraksi 7,9 persen (year-on-year/yoy).
Untuk menggenjot penerimaan pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan meningkatkan kebijakan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak. Di samping itu, Kemenkeu juga akan memperkuat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dengan begitu, Kemenkeu memperkirakan penerimaan pajak pada semester II akan lebih tinggi dari semester I, yakni sekitar Rp1.028,1 triliun, sehingga total penerimaan akan mencapai Rp1.921,9 triliun atau ada pertumbuhan penerimaan 14,5 persen.