Esposin, SOLO -- Pemilik penerbit independen terkemuka Marjin Kiri, Ronny Agustinus, mengatakan penerbit independen harus fokus pada segmen pasar yang ingin mereka raih.
Menurut Ronny, segmen pasar buku semakin beragam sehingga tidak akan terbatas. Selanjutnya segmen pasar tersebut menentukan business plan penerbit independen.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
"Setelah tahu pasar yang mau disasar, kemudian digarap sebaik-baiknya dan jangan pernah meremehkan soal kualitas yang akan dituntut pembaca, terutama penggemar buku ingin kualitas penggarapan dan penerjemahan yang baik," papar Ronny saat diwawancara Esposin sebelum diskusi Patjarmerah berjudul Suluh dari Dapur Penerbitan Independen, Sabtu (1/7/2023).
Ronny meneruskan, Marjin Kiri bertekad untuk menerjemahkan karya sastra dunia dari bahasa asli penulis. Penerjemahan kedua bukanlah pilihan bagi Marjin Kiri.
Menurut dia, mencari penerjemah bahasa asing memang sulit tetapi mereka masih ada di Indonesia. Dia ingin menjadi pembeda dari penerbit lain yang memilih menerjemahkan sastra dunia dari terjemahan Bahasa Inggris.
Dia juga mendorong penerbit lain agar melakukan langkah yang sama, agar ekosistem penerjemahan di Indonesia semakin baik. Ronny yakin penerjemah bahasa asing di Indonesia akan semakin banyak dan cakupan bahasanya semakin luas.
Ronny mengklaim Marjin Kiri saat ini sudah berkembang meskipun stafnya masih sebatas enam orang.
"Memang quality control awalnya berat, tetapi kami belum bisa menambah staf karena masalah keuangan. Komprominya kami pelan menerbitkan buku dan tidak sebanyak yang kami inginkan," ujar Ronny.
Dia merasa, penggarapan buku yang pelan tetapi berkualitas jauh lebih baik daripada cara yang lahir pasca reformasi. Ronny tidak ingin mengulangi cara senior-senior penerbitan yang menggarap buku dengan kesusu dan hasilnya kurang memuaskan.
Ronny menyayangkan cara penggarapan buku yang mengejar kuantitas karena membuat karya yang beredar di masyarakat kurang berkualitas.
Kondisi tersebut berpeluang membentuk ekosistem literasi yang memilih membaca buku impor berbahasa Inggris sehingga buku terbitan Indonesia semakin kurang diminati.