Esposin, SOLO -- Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Solo, M Sholihuddin, menganggap wajar jika investor tergiur mengembangkan pabrik di Soloraya karena upah pekerja di Soloraya yang murah.
"Perkembangan ini wajar, tetapi lebih banyak di daerah peri-peri di luar Solo karena lahan industrialisasi Kota Solo sudah tidak ada. Sementara itu, untuk Soloraya sendiri upahnya malah lebih murah dibandingkan Jawa Tengah bagian utara sementara tenaga kerja cukup bersaing," ujar Sholihuddin saat dihubungi Esposin, Selasa (6/6/2023).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Dia juga melihat hal ini sebagai peluang industrialisasi bisa terbentuk di Soloraya. Sholihuddin melihat peluang ini juga bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Soloraya.
Menurutnya, kini tinggal peran pemerintah daerah menyiapkan kecakapan sumber daya manusia (SDM) agar industrialisasi dapat berjalan lancar.
Dia menyarankan Balai Latihan Kerja (BLK) di bawah naungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bisa terus dikembangkan agar meningkatkan kemampuan tenaga kerja.
Sholihuddin mengatakan penentuan upah saat ini tidak berdasarkan parameter Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Merujuk pada PP78, UMK didasarkan pada inflasi dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang formulanya sudah ditetapkan pemerintah.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sragen, Suparno, mengatakan beberapa kabupaten di Soloraya cukup seksi dan mengundang investor membuka usaha di kabupaten tersebut.
"Upah sudah murah, seharusnya semakin banyak ada investor masuk dan bisa tercipta industrialisasi. Selain itu kalau di Sragen sirkulasi dan komunikasi sudah bagus dan ekosistemnya sudah tumbuh untuk membentuk kawasan industri," ujar Suparno saat dihubungi Esposin, Selasa.
Suparno menjelaskan dalam tiga atau empat bulan ke depan akan ada pabrik garmen baru di Sragen. Namun dia tidak merinci lokasi dan jumlah pabriknya.
Dia yakin Sragen bisa segera menciptakan kawasan industri seperti Boyolali.