Esposin, SOLO -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin dua bank perekonomian rakyat (BPR) dalam sebulan pada Juli 2024.
Dua BPR yang dicabut izinnya tersebut yaitu PT Bank Perkreditan Rakyat Lubuk Raya Mandiri pada 23 Juli 2024, kemudian PT Bank Perkreditan Rakyat Sumber Artha Waru Agung pada 24 Juli 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebut beberapa langkah yang dilakukan OJK untuk mendorong kinerja BPR.
Menurut Dian BPR menjadi salah satu prioritas OJK, karena populasinya cukup besar. Sedikitnya lebih dari 1.500 BPR di Indonesia.
Sebagai pengawas dan pengatur, pihaknya menyiapkan sejumlah langkah untuk memperkuat BPR. Misalnya dengan penguatan permodalan, ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan.
"Yang pertama setoran modal yang bisa kami minta kepada pemegang saham, kemudian ada juga yang bersedia untuk merger, dan ada yang bersedia membuka kesempatan investor lain untuk diakuisisi," terang Dian dalam konferensi pers secara daring, Senin (5/8/2024).
OJK ingin memastikan BPR yang ada bisa bekerja secara optimal sesuai amanat UU P2SK. Khususnya untuk penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Oleh sebab itu, lanjut Dian, ingin membuka akses pendanaan BPR ke pasar modal. Tetapi tidak semua BPR masuk ke pasar modal, tentunya ada syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Pihaknya mengaku terus memantau BPR di semua daerah. Dian tidak menampik bakal ada BPR yang akan ditutup.
"Saya harus akui, memang bakal masih ada yang akan ditutup. Karena memang masih ada yang bermasalah. Tetapi persoalannya itu, memang kami akan mengarahkan BPR ini akan betul-betul dari semua aspek akan meningkat," kata dia.
Untuk BPR yang memang tidak bisa diselamatkan, tentu harus diselesaikan termasuk oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Di samping itu, OJK menilai kinerja fungsi intermediasi perbankan terus melanjutkan tren peningkatan. Pada Juni 2024, secara month to month (mtm) kredit mengalami peningkatan sebesar Rp102,29 triliun, atau tumbuh sebesar 1,39 persen mtm.
Adapun secara tahunan, pertumbuhan penyaluran kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 12,36 persen yoy menjadi Rp7.478,4 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, kedit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,09 persen yoy. Sementara itu, secara nominal yang terbesar adalah kredit modal kerja sehingga menjadi sebesar Rp3.389,53 triliun.
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 14,95 persen yoy.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Pada Juni 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,27 persen mtm atau meningkat sebesar 8,45 persen yoy menjadi Rp8.722,03 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 13,48 persen yoy.