bisnis
Langganan

Menteri ESDM Sebut Belum Ada Pembatasan BBM Subsidi pada 17 Agustus 2024 - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Newswire  - Espos.id Bisnis  -  Jumat, 12 Juli 2024 - 19:36 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi SPBU. (Freepik)

Esposin, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan belum ada pembatasan pembelian bakar bakar minyak (BBM) subsidi pada 17 Agustus 2024.

"Nggak ada batasan di 17 Agustus, masih belum [ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi] ini kok," kata Arifin di Jakarta, Jumat (12/7/2024) seperti dilansir Antaranews.

Advertisement

Sebelumnya, wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Menanggapi hal itu, Arifin menegaskan belum ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi di Peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia (HUT RI).

Dia mengatakan, pihaknya masih mempertajam data dan kendaraan yang berhak menerima, sehingga jika kebijakan itu diterapkan maka benar-benar tepat sasaran.

Advertisement

"Kita lagi mempertajam dulu, mempertajam dulu datanya. Nggak ada yang berubah, nggak ada yang naik. Kita lagi mempertajam dulu ininya [datanya], kita mempertajam dulu datanya. Kita kan mau tepat sasaran, [jadi] kita perdalam lagi [datanya]," tegas Arifin.

Lebih lanjut Menteri ESDM menuturkan saat ini pemerintah masih memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Ia menyebutkan, revisi Perpres itu masih dalam pembahasan di tiga kementerian yaitu Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ini mau di ini dulu [dibahas], masih di antara tiga Menteri, baru ke [Menteri] Perekonomian," ujarnya.

Advertisement

Skema pembatasan nantinya akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri [Permen]. Pada Permen ini bakal diatur terkait jenis kendaraan yang bisa menggunakan BBM subsidi.

"Ya nanti kan kita ajuin melalui Permen, tapi kan memang harus tepat sasaran, mana yang memang [harus terima], kendaraan jenis apa yang dapat. Kalau yang komersial nggak," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pengetatan penggunaan subsidi bahan bakar minyak pada 17 Agustus, sehingga dapat mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas permasalahan penggunaan bahan bakar minyak yang berhubungan dengan defisit APBN 2024.

Advertisement

Ia meyakini, dengan pengetatan penerima subsidi, pemerintah dapat menghemat APBN 2024.

Selain memperketat penyaluran BBM bersubsidi, Luhut juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol.

Sebelumnya, Ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah menyarankan pemerintah agar mengutamakan penyiapan transportasi publik ketimbang membatasi masyarakat dalam membeli bahan bakar minyak bersubsidi.

"Transportasi publik di daerah banyak tidak jalan. Ini penting disiapkan sehingga ada alternatif bagi masyarakat," ujar Muhammad Firmansyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (11/7/2024).

Advertisement

Firmansyah menuturkan bahan bakar minyak bersubsidi banyak dinikmati oleh kalangan kelas menengah yang menggunakan kendaraan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas produktif lainnya.

Oleh karena itu, pembatasan bahan bakar bersubsidi perlu alternatif agar tidak mengubah pengeluaran masyarakat pengguna.

"Mau diatur macam apapun BBM, bila ada alternatif penggunaan transportasi publik tidak terlalu masalah, akan berkurang dampaknya ke pemilik kendaraan karena transportasi jadi kebutuhan vital," kata Firmansyah.

Di Indonesia saat ini transportasi publik yang layak dan masif hanya berpusat di kawasan Jabodetabek dan beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sedangkan, daerah lain kategori madya justru masih banyak yang belum tersentuh oleh kehadiran transportasi publik.

Lebih lanjut Firmansyah mempertanyakan target pembatasan tersebut, apakah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau hanya alasan efisiensi anggaran pemerintah.

"Dalam kondisi saat ini sebaiknya dipikirkan secara matang," ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.

Advertisement
Anik Sulistyawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif