by Galih Aprilia Wibowo - Espos.id Bisnis - Selasa, 20 Februari 2024 - 15:15 WIB
Esposin, SOLO — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut proyeksi di sektor jasa keuangan tetap mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara menguraikan di tengah gejolak yang terjadi sepanjang 2023, dia menilai industri jasa keuangan dapat tetap tumbuh dan berkinerja baik.
Pihaknya optimistis industri jasa keuangan dapat melanjutkan tren pertumbuhan yang baik ke depan. Industri jasa keuangan juga diharapkan dapat berkontribusi lebih optimal bagi pembangunan nasional.
“Jadi perbankan diproyeksikan tumbuh sebesar 9% hingga 11%, didukung pertumbuhan dana pihak ketiga [DPK] sebesar 6% hingga 8%,” kata Mirza dalam acara Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), melalui zoom meeting, Selasa (20/2/2024).
“Jadi perbankan diproyeksikan tumbuh sebesar 9% hingga 11%, didukung pertumbuhan dana pihak ketiga [DPK] sebesar 6% hingga 8%,” kata Mirza dalam acara Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), melalui zoom meeting, Selasa (20/2/2024).
Lebih lanjut Mieza menyebut di pasar modal ditarget sebesar Rp200 triliun, dan piutang perusahaan pembiayaan diproyeksikan tumbuh 10-12%. Hal ini sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat.
Aset asuransi juga diproyeksikan tumbuh sebesar 4% hingga 6%, di tengah program reformasi yang tengah dilakukan oleh OJK.
“Untuk mencapai target tersebut, tentunya OJK tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama koordinasi dan sinergi yang lebih erat, dari pemerintah, otoritas moneter, industri jasa keuangan, pelaku usaha, masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya termasuk media massa,” tutup Mirza.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan perekonomian global pada 2024 diawali optimisme pasar. Berbagai kebijakan telah menurunkan ketidakpastian, oleh sebab itu perekenomian dunia diperkirakan terhindar resesi.
Namun, dia menyebut ada dowside risk terutama beban pinjaman dan utang, lemahnya permintaan dan divergensi.
Selain itu, faktor risiko geopolitik dan potensi kebijakan politik dari berbagai pemilihan umum (Pemilu) menjadi unknown variable akibatnya proyeksi pertumbuhan diperkirakan lambat.