Esposin, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015 – 2018, Tito Sulistio, mengkritik tajam Penyertaan Modal Negara (PMN) yang disepakati sebesar Rp44,24 triliun untuk tahun anggaran 2025.
Tito mengatakan angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk beasiswa dan bantuan sosial pendidikan yang hanya mencapai Rp28 miliar.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
“Saya tidak tahu, sedih atau membanggakan melihat Republik ini secara gagah menyuntik modal puluhan triliun setiap tahunnya hanya untuk membesarkan BUMN,” ujarnya lewat unggahan media sosial yang sudah dikonfirmasi Bisnis, Kamis (11/7/2024).
Anggota Badan Supervisi OJK ini juga menyatakan suntikan modal negara yang begitu besar kepada BUMN hanya akan memperberat postur APBN 2025, sekaligus menjelma sebagai pesaing bagi para pelaku usaha swasta.
“Sinergi BUMN sepertinya malah menjadi seperti kartel besar yang bersaing langsung dengan swasta. Sebaiknya cari cara lain yang tidak memberatkan APBN, apalagi kalau dibiayai dengan utang. Bisakah ini dibatalkan?” ucapnya.
Dalam unggahan itu dia turut menampilkan data PMN dari tahun ke tahun. Pada 2020 total injeksi negara ke BUMN mencapai Rp31,3 triliun, lalu Rp71,2 triliun per 2021, kemudian 2022 tembus Rp38,5 triliun, sebesar Rp35,3 triliun 2023 dan Rp13,6 triliun per 2024.
Untuk diketahui, dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir, Rabu (10/7/2024) malam, Komisi VI DPR memberikan lampu hijau PMN 2025 kepada 16 perusahaan pelat merah.
Total dana yang disepakati tidak berubah dari usulan, yakni Rp44,24 triliun. Total ada 16 BUMN yang meraih PMN tahun depan. Injeksi terbesar diarahkan ke PT Hutama Karya (Persero) dengan nilai Rp13,86 triliun.
Dana itu rencananya digunakan untuk melanjutkan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) fase 2 dan 3. Posisi berikutnya adalah PT Asabri (Persero) yang diusulkan meraih PMN senilai Rp3,61 triliun pada 2025 untuk memperbaiki struktur permodalan.
Lalu, ada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan usulan sebesar Rp3 triliun. Di sisi lain, PMN sebesar Rp28,2 triliun sudah mengalir ke tiga perusahaan pelat merah, yakni Hutama Karya, IFG, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA).
Secara terperinci, Hutama Karya atau HK mendapatkan suntikan modal negara sebesar Rp18,6 triliun untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra. Sementara itu, IFG meraih Rp3,6 triliun sebagai dana hasil lelang aset Jiwasraya dan WIKA mendapatkan Rp6 triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa PMN yang selama ini tergantung dari utang luar negeri, kini dapat dibiayai dari dividen perusahaan pelat merah. Dia pun berharap perbaikan tersebut dapat terus berlanjut ke depan.
“Selama ini PMN sangat bergantung pada utang luar negeri, tetapi hari ini kita bisa yakinkan bersama ini menjadi sebuah keberlanjutan ketika dividen dapat membiayai PMN,” ujarnya.
Kementerian BUMN selama era Erick Thohir tercatat mampu menyetor dividen senilai total Rp279,8 triliun sepanjang periode 2020 sampai dengan 2024, atau lebih besar Rp61,91 triliun dibandingkan dengan kucuran PMN dalam periode yang sama.
Seperti diberitakan sebelumnya, sembilan Fraksi Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan sikap dukungan atas usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp44,2 triliun di tahun 2025 oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam Rapat Kerja Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (10/7/2024) malam, sidang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI, Sarmuji memahami dan menerima usulan yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir demi keberlangsungan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Dalam RDP tersebut, Sarmuji dari Partai Golkar menyatakan, banyak pertimbangan positif berdasarkan kinerja Kementerian BUMN dan perusahaan BUMN dalam beberapa tahun terakhir yang membuat usulan PMN sebesar Rp44,249 triliun disetujui hampir semua anggota Komisi VI itu.
Salah satunya, PMN yang diberikan negara saat ini jumlahnya jauh lebih kecil daripada setoran dividen yang diberikan BUMN untuk negara.
"Masa yang dulu PMN itu uangnya kebanyakan atau mungkin sebagian besarnya bahkan semuanya dibiayai oleh utang luar negeri, pada saat ini PMN diajukan dengan mengambil dividen dari BUMN," kata Sarmuji seperti dilansir Antaranews.