by Ivan Indrakesuma - Espos.id Bisnis - Senin, 13 Mei 2024 - 12:13 WIB
Esposin, SOLO -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuat berbagai terobosan baru demi menjaga kepercayaan nasabah perbankan. Salah satunya yaitu pembayaran klaim bank yang dicabut izin usahanya, kini bisa dilakukan dalam 5 hari kerja.
Inovasi terus dilakukan oleh LPS dalam menangani bank yang gagal dalam tata kelola agar nasabah tidak khawatir.
“Dalam rangka memberikan rasa tenang kepada masyarakat khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi, tim LPS bergerak cepat di mana secara rata-rata pembayaran klaim sudah mulai dilakukan 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK," ujar Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan Resolusi Bank dalam acara Temu Media di Solo, Minggu (12/5/2024).
Berdasarkan data LPS, kata Didik, rata-rata waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun telah menunjukkan tren yang positif. Waktu pembayaran klaim pada tahun-tahun sebelumnya mencapai antara 9 hari hingga 14 hari kerja. Sekarang, dengan terobosan baru yang dilakukan oleh LPS, pembayaran klaim bisa lebih cepat menjadi menjadi 5 hari kerja.
Berdasarkan data LPS, kata Didik, rata-rata waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun telah menunjukkan tren yang positif. Waktu pembayaran klaim pada tahun-tahun sebelumnya mencapai antara 9 hari hingga 14 hari kerja. Sekarang, dengan terobosan baru yang dilakukan oleh LPS, pembayaran klaim bisa lebih cepat menjadi menjadi 5 hari kerja.
Selain terobosan percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah, terobosan selanjutnya yang dilakukan LPS ialah early intervention dalam penanganan bank.
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut menjadi lebih buruk. Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak sekadar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer. Artinya, kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilance dan early intervention.
"Hal ini telah kami praktikkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR), misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank," kata Didik.
Ia mengakui perubahan itu merupakan tantangan untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. "Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik.”
Ketika ditanya mengenai kemampuan keuangan LPS untuk membayar klaim simpanan milik nasabah BPR-BPR tersebut, Didik menjelaskan bahwa keuangan LPS sangat memadai. Aset LPS sampai dengan akhir Triwulan I telah mencapai Rp225 triliun, yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini.
Sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga, dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.
“Jumlah BPR saat ini ada lebih dari 1.500. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti maraknya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang memiliki peran dalam membantu perekonomian masyarakat di berbagai wilayah dengan beragam inovasi produk yang menarik. Dan bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” kata Didik .