Esposin, JAKARTA – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menyebut maraknya praktik pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online telah menggerogoti daya beli masyarakat Indonesia.
Mulanya, dia menyoroti layanan peer-to-peer (P2P) lending ilegal yang banyak disalahgunakan masyarakat imbas kemudahan syarat penggunaannya, yakni cukup dengan menyerahkan data pribadi berupa KTP.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
“Kami men-detect satu orang bisa mendapatkan pinjaman dari 20 lebih pinjol. Karena mudah sekali, KTP dikasih langsung dia bisa pinjam,” katanya dalam pembukaan BCA UMKM Fest 2024 di Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2024) seperti dilansir Bisnis.
Dengan demikian, dia menyebut masyarakat kemudian terjebak dalam situasi gali lubang tutup lubang yang berakibat pada situasi kredit macet. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, menurut Jahja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberlakukan aturan ketat bagi pinjol yang tidak resmi.
Namun, permasalahan tak berhenti di situ. Dia lantas menjelaskan pola yang sama juga terjadi dalam praktik judi online.
Jahja memaparkan transaksi terkait judi online tak hanya menyeret entitas bank, melainkan juga entitas lain seperti e-commerce hingga e-wallet.
“Ini semua menggerogoti daya beli masyarakat. Dampaknya memang terasa sekali. Bahkan bukan hanya UMKM, yang [kelompok usaha] menengah saja mereka bilang, kian rugi saat berdagang,” jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut menjadi bagian dari tantangan dalam mengembangkan UMKM. Dia pun berharap agar situasi makroekonomi ke depan dapat menjadi lebih baik.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan adanya belasan ribu pengaduan masyarakat terkait lembaga jasa keuangan hingga 31 Juli 2024, termasuk aduan mengenai pinjol.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan pengaduan yang masuk melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) sampai dengan akhir Juli 2024 tercatat sebanyak 17.003 pengaduan.
"Dari pengaduan tersebut, sebanyak 6.005 berasal dari sektor perbankan, 6.289 berasal dari industri financial technology, 3.701 berasal dari industri perusahaan pembiayaan, 756 berasal dari industri perusahaan asuransi serta sisanya merupakan layanan sektor pasar modal dan industri keuangan non-bank [IKNB] lainnya," ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil RDK Bulanan Juli 2024, Senin (5/8/2024).
Sementara itu, OJK menerima 10.104 pengaduan entitas ilegal, yakni pinjol ilegal sebanyak 9.596 pengaduan dan investasi ilegal sejumlah 508.
OJK selama periode 2017 hingga Juni 2024 juga telah memblokir total 9.889 entitas ilegal. Adapun jumlah entitas ilegal yang telah dihentikan adalah 1.367 investasi ilegal, 8.271 pinjaman online (pinjol) ilegal dan 251 gadai ilegal.
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam rangka penegakan ketentuan pelindungan konsumen, pada periode 1 Januari hingga 25 Juli 2024 OJK telah memberikan sanksi sebagai 171 surat peringatan tertulis kepada 127 pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), tiga surat perintah kepada tiga PUJK, dan 25 sanksi denda kepada 25 PUJK.
Selain itu, beber Friderica, per 25 Juli 2024 terdapat 164 PUJK yang melakukan penggantian kerugian konsumen atas 905 pengaduan dengan total kerugian Rp110,263 miliar.
Sementara itu, dalam pengawasan perilaku PUJK (market conduct), OJK telah melakukan penegakan ketentuan berupa sanksi administratif atas keterlambatan pelaporan dan sanksi administratif atas hasil pengawasan langsung/tidak langsung.
Hingga Juli 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif keterlambatan pelaporan terhadap 71 PUJK yang merupakan kewenangan pengawasan kantor pusat, yaitu sanksi administratif berupa denda terhadap 55 PUJK, dan sanksi administratif berupa peringatan tertulis terhadap 16 PUJK.
Berdasarkan hasil pengawasan OJK hingga Juli 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda dengan total Rp390 juta kepada empat PUJK.
Denda itu dikenakan atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen khususnya mengenai penyediaan informasi dalam iklan dan tata cara pemasaran produk/layanan.
Selain itu, urai Friderica, OJK juga telah mengenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kepada delapan PUJK atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen dalam penyediaan Informasi dalam iklan dan juga tata cara penagihan kepada konsumen.
Guna mencegah terulangnya pelanggaran serupa, OJK juga mengeluarkan perintah untuk melakukan tindakan tertentu termasuk memperbaiki ketentuan internal PUJK sebagai hasil dari pengawasan langsung/tidak langsung dalam rangka pembinaan agar PUJK senantiasa patuh terhadap ketentuan terkait pelindungan konsumen dan masyarakat.